Rabu, 26 Mei 2010

Teknik MURDER

Dalam pendidikan masa kini  berfokus pada bagaimana manusia  memperoleh, menyimpan, dan memproses apa yang dipelajarinya, dan bagaimana proses berpikir dan belajar itu terjadi, teknik MURDER merupakan salah satu strategi pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif. Dua psikolog kognitif, Piaget dan Vigotsky (dalam Jacob, 1999; Jacob et al., 1996) menekankan bahwa interaksi dengan orang lain adalah bagian penting dalam belajar. Salah satu metode pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif adalah MURDER (Hythecker dalam Jacob et al., 1996). MURDER diartikan sebagai berikut:
a.    Mood (Suasana Hati)      
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakalah siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira, sendirian dan dengan orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan.
b.    Understand (Pemahaman)
Pemahaman dapat diartikan juga menguasai tertentu dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar. Memahami maksudnya, menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap mengajar. Pemahaman memiliki arti mendasar yang meletakan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, maka skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.
c.    Recall (Pengulangan)
Mengulang adalah usaha aktif untuk memasukkan informasi kedalam ingatan jangka panjang. Ini dapat dilakukan dengan “mengikat” fakta kedalam ingatan visual, auditorial, atau fisik. Otak banyak memiliki perangkat ingatan. Semakin banyak perangkat (indra) yang dilibatkan, semakin baik pula sebuah informasi baru tercatat.
Merecall tidak hanya terhadap pengetahuan tentang fakta, tetapi juga mengingat akan konsep yang luas, generalisasi yang telah di distribusikan, definisi, metode dalam mendekati masalah. Merecall, bertujuan agar siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali imformasi yang telah mereka terima.

d.    Digest (Penelaahan)
Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran (subject centeret teaching).  Untuk dapat mengusai materi siswa tidak hanya berpedoman pada satu buku, karena pada dasarnya ada berbagai sumber yang bisa dijadikan sumber untuk memperoleh pengetahuan. Recall untuk kembali mengulang pada materi yang tidak dimengerti siswa dengan memperlajarai kembali keterangan yang ada dengan melihat informasi terkait pada buku atau sumber lain.
e.    Expand (Pengembangan)
Pengembangan merupakan hasil kumulatif dari pada pembelajaran. Hasil  dari proses pembelajaran adalah perubahan perilaku siswa. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, didasari dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif dan motorik.
f.    Review (Pelajari Kembali)
Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran setelah diberikan tafsiran.
Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor individu, faktor sesuatu yang harus diingat, dan factor lingkungan. Dari individu, proses mengingat akan lebih efektif apabila individu memiliki minat yang besar, motivasi yang kuat, memiliki metode tertentu dalam pengamatan dan pembelajaran. Maka dari itulah mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari merupakan usaha agar ingatan itu tidak mudah lepas.

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Pembelajaran berbasis proyek membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komprehensif dimana lingkungan belajar siswa perlu didesain agar dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik, termasuk pendalaman materi pada suatu topik mata pelajaran, dan dapat melaksanakan tugas bermakna lainnya. Biasanya pembelajaran berbasis proyek memerlukan beberapa tahapan dan beberapa durasi, tidak sekedar merupakan rangkaian pertemuan kelas, serta belajar kelompok kolaboratif. Proyek memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja (performance), secara umum siswa melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar kelompok mereka, melakukan pengkajian atau penelitian, memecahkan masalah, dan mensintesis informasi (Corebima, 2009).
Project-based learning secara khusus dimulai dengan angan-angan “produk akhir” atau “artifact” di dalam pikiran, produksi tentang sesuatu yang memerlukan keterampilan atau pengetahuan isi tertentu yang secara khusus mengajukan satu atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh mahasiswa. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek menggunakan model produksi: Pertama-tama mahasiswa menetapkan tujuan untuk pembuatan produk akhir dan meng-identifikasi audien mereka. Kemudian, mereka mengkaji topik yang mereka pilih, mendesain, dan membuat perencanaan manajemen proyek. Mahasiswa kemudian memulai proyek, memecahkan masalah dan isu-isu yang timbul, dan menyelesaikan produk mereka. Mahasiswa mungkin menggunakan atau menyajikan produk yang mereka buat, dan idealnya mereka diberi waktu untuk mengevaluasi hasil kerja mereka (Moursund, 1997).
Orientasi baru pendidikan berkehendak menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai kompetensi (selanjutnya disebut pembelajaran berbasis kompetensi), dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai dan bermakna bagi siswa, dan pemberian layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multi-entry-multi-exit (Depdiknas, 2002, 2003).
Dengan pembelajaran berbasis proyek, pendidikan berorientasi kecakapan hidup, pembelajaran berbasis kompetensi, dan pembelajaran yang diharapkan dapat menghasilkan produk nyata yang bernilai yang dapat memberikan pengalaman belajar. Situasi belajar, lingkungan, isi dan tugas yang realistik, otentik, dan menyaksikan kompleksitas alami dunia nyata serta mnegembangkan kecakapan hidup.
Pembelajaran berbasis proyek dapat diimplementasikan dalam berbagai disiplin ilmu. Umumnya memiliki pedoman langkah:



a.    Planning
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah
1)    Merancang seluruh proyek, kegiatan dalam langkah ini adalah mempersiapkan proyek, secara lebih rinci mencakup pemberian informasi tujuan pembelajaran, guru menyampaikan fenomena nyata sebagai sumber masalah, pemotivasian dalam memunculkan masalah dan pembuatan proposal.
2)    Mengorganisasi pekerjaan, kegiatan dalam langkah ini adalah merencanakan proyek, secara lebih rinci mencakup mengorganisir kerjasama, memilih topik, memilih informasi terkait proyek, membuat prediksi, dan membuat desain investigasi.
b.    Creating
Dalam tahap ini siswa mnegembangkan gagasan-gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang muncul dalam kelompok, dan membangun proyek. Tahapan kedua ini termasuk aktifitas pengembangan dan dokumentasi. Pada tahapan ini pula siswa menghasilkan suatu produk (artefak) yang nantinya akan dipresentasikan dalam kelas.
c.    Processing
Tahapan ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi. Pada presentasi proyek akan terjadi komunikasi secara actual kreasi ataupun temuan dari investigasi kelompok, sedangkan pada tahapan evaluasi akan dilakukan refleksi terhadap hasil proyek, analisis dan evaluasi dari proses-proses belajar.
Keuntungan dari pembelajaran berbasis proyek menurut Moursund, dkk (1997) adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan motivasi, 2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, 3) meningkatkan kolaborasi, 4) meningkatkan ketrampilan mengelola sumber.

Pemanfaatan Games Dalam Pengembangan Inteligence Tutoring Systems (ITSs) pada Mata Pelajaran Fisika

B.    Desain Arsitektur Sistem
1.    Model Komunikasi (Interface)
Model komunikasi merupakan antar muka interaksi sistem dengan siswa. Dalam model ini semua informasi berupa bantuan, feedback, pertanyaan, dan tutorial yang diberika kepada siswa dengan menggunakan teknologi multimedia (Adang Suhendra dkk, 2004).
Dalam sistem ini, sebagai antarmuka menggunakan Windows XP menggunakan pemrograman Macromedia Flash. Bentuk komponen ditampilkan dialog interaktif dan secara grafis. Selain itu, untuk komponen interaksi disusun menggunakan kotak dialog, tombol, dan option serta animasi yang dapat diakses melalui mouse dan keyboard. Dalam unit soal terdapat kotak dialog, tombol dan option untuk memilih jawaban yang benar. Sebagai sistem penjelas, ditampilkan animasi objek yang memberikan petunjuk jawaban yang benar
2.    Modul Pakar
Modul pakar berfungsi sebagai pengatur proses pedagogig dan menghitung tingkat kognitif yang diterapkan sistem kepada siswa. Pada modul pakar, strategi penyusunan materi didasarkan pada model taksonomi tujuan instruksional (taksonomi bloom’s pada ranah kognitif), (Wasmana, 2005).
Sistem pakar merupakan komponen utama dalam ITS (Clancey, 1981 dan Clancey, 1986). Sistem pakar mempunyai upaya untuk membimbing pelajar dalam menyelesaikan sesuatu masalah serta dapat mengukur prestasi pelajar.
Parameter input yang digunakan untuk melakukan evaluasi adalah profil siswa dan hasil interaksi siswa dengan sistem. Profil siswa ini menyangkut ketertarikan siswa dalam memahami materi, yang selanjutnya oleh sistem diartikan ke dalam basis data sebagai pemahaman yang kurang, cukup dan baik serta tingkat kognitif siswa. Hasil akhir dari modul pakar ini adalah sebagai rekomendasi terhadap pemilihan materi evaluasi, penentuan tingkat pedagogig terhadap materi terkiat atau pada materi selanjutnya (sulit, normal, mudah)

3.    Modul Pedagogic
Hasil dari proses identifikasi pengetahuan yang diperoleh dari pakar  selanjutnya diterjemahkan sebagai bentuk modul pedagogig. Komponen pada modul ini terbagi dalam tiga sub modul, yaitu :
a.    Unit kurikulum yang memuat aturan perkuliahan yang berlaku. Proses aturan ini selanjutnya disebut sebagai sekuen perkuliahan. Untuk memudahkan dalam pembagian secara logis, proses sekuen ini dibagi menjadi dua proses, yaitu :
•    Sekuen konsep, memuat keterkaitan materi pada tingkat bab (suku bahasan utama)
•    Sekuen chunk, memuat keterkaitan sub bahasan terkecil pada setiap bab.
Penentuan kognitif seorang siswa ditentukan oleh sekuen konsep. Sedangkan untuk proses evaluasi dan pemindaian tingkat akurasi pengetahuan ditentukan oleh sekuen chunk.
b.    Unit materi yang memuat materi – materi perkuliahan dengan tingkat penjelasan yang berbeda. Tingkat penjelasan ini didasarkan pada tingkat  kognitif siswa dan model pedagogig yang yang telah diterapkan dalam sistem pada sesi pembelajaran sebelumnya. Secara umum terdapat tiga tingkat penjabaran materi yang diberikan sistem, yaitu : lambat, normal, cepat. Masing – masing penjelasan ini dipersiapkan untuk setiap bab bahasan. Selain itu, unit materi dilengkapi dengan bentuk – bentuk fragment pengetahuan yang mencerminkan satu sub komponen bahasan terkecil (chunk).
c.    Unit soal yang memuat beragam bentuk soal yang bertujuan menguji kemampuan siswa dalam menguasai materi perkuliahan. Setiap soal memiliki karakteristik yang sesuai dengan ranah kognitif dan tingkat pedagogig yang dimiliki siswa.
Model pedagogig yang dikembangkan menggunakan konsep overlay model. Pada model ini, unit materi berisi seluruh konsep yang harus dipelajari siswa dan diasumsikan bahwa siswa mengetahui sebagian dari konsep tersebut. Proses pembelajaran dianggap sebagai proses mengisi lubang – lubang kosong yang ada dalam pengetahuan siswa. Proses ini terus dilakukan hingga mereka telah dipandang cukup menguasai materi yang diberikan (Martin 2004).
    Dalam Sistem ITSs yang kami kembangkan ini, Unit Kurikulum memuat aturan pelaksanaan pembelajaran yang berlaku. Aturan kurikulum tersebut mengacu pada silabus dan RPP yang mengatur materi pembelajaran.
 Unit materi didasarkan pada tingkat kognitif siswa. Masing-masing materi dipersiapkan untuk setiap bab bahasan yang dilengkapi dengan bentuk-bentuk fragment yang mencerminkan satu sub komponen bahasan terkecil. Unit materi berisi seluruh konsep yang harus dipelajari siswa.
Pada sistem ini unit soal dikembangkan dengan bentuk seperti games yang tersusun dalam level-level yang dapat menguji kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Setiap level menunjukkan kemampuan siswa dalam menguasai subbab tersebut. Semakin tinggi level, tingkat kesulitan soal semakin tinggi.

4.    Modul Siswa
Pada modul siswa ini akan terekam data siswa, komponen data yang terekam berkaitan dengan proses adaptasi sistem terhadap kemampuan siswa (Prentzas et al. 2002). Untuk lebih memperjelas latar belakang siswa yang berkaitan dengan materi yang diberikan, maka selain informasi interaksi dengan sistem, profil siswa turut direkam di dalam sistem. (Wasmana 2005).
Disini model yang digunakan berisi konsep yang harus dipelajari siwa. Ketika siswa memperlajari materi, sistem akan merekam dan menyimpan kemajuan siswa dalam pemahamanan ke dalam basis data. Jika siswa sudah mempelajari materi hingga selesai maka siswa akan berlanjut ke dalam  evaluasi(test) yaitu soal yang berupa games yang dibangun dari modul pakar yang disesuaikan dengan materi yang dipelajari.

5.    Modul Evaluator
a.    Pemberian Nilai
Setelah tes input-output selesai dilaksanakan, akan dihitung presentasi keberhasilan tes ini. Semakin banyak item tes input-output diharapkan semakin akurat hasil penilaian terhadap pekerjaan siswa. Penilaian terhadap pekerjaan siswa diperoleh dari rasio antara tes yang benar dan jumlah tes.
Nilai = (Jawaban benar / Jumlah test) * 100
Jawaban salah nilai berkurang 1 poin dari jumlah  nilai
Nilai total = nilai - (jumlah salah*1)
Unit soal terdiri dari 5 level. Setiap level terdiri dari 10 pertanyaan. Dalam setiap level terdapat 1 lives. Sehingga jika siswa tidak dapat menyelesaikan level tersebut, siswa mempunyai kesempatan untuk mendapat bonus  level tersebut (1 lives).
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 – 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Bila siswa mencapai skore 70% atau lebih maka siswa melanjutkan ke level selanjutnya. Tetapi jika siswa  mendapatkan skore kurang dari 70% maka harus akan muncul sistem penjelas dan siswa harus melakukan remedial(mengulang) level sisa yang diberikan (1 lives)
b.    Sistem Penjelas
Sistem penjelas akan memberikan petunjuk kesalahan sebagai penjelas yang memberikan umpan balik kepada siswa atas kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal yang diberikan. Umpan balik yang diberikan terdiri dari dua jenis: petunjuk umum dan petunjuk khusus. Penjelasan kesalahan harus disertai dengan posisi dimana kesalahan tersebut terjadi. Jenis kesalahan yang terjadi juga harus disertakan, agar siswa dapat memahami secara teoritis kenapa kesalahan tersebut terjadi. Dalam petunjuk umum dan khusus ini menekankan penjelasan yang diberikan kesalahan yang dilakukan siswa. Petunjuk umum, jika jawaban siswa benar tetapi alasannya tidak sesuai dengan teori yang ada. Sedangkan petunjuk khusus, jika siswa tidak bisa mengerjakan (jawaban siswa salah). Bentuk dari petunjuk umum dan khusus ini ditampilkan dengan memunculkan sebuah animasi yang memberikan petunjuk.

6.    Guru
Taksonomi intelligent tutoring systems meliputi hubungan fungsional dosen/guru terhadap mahasiswa/siswa (tutor, penasihat, kritik, memberi bantuan, konsultan, agen) dan aktivitas dosen (mengajar, membimbing, memberi visualisasi, menjelaskan, memberi kritik, beradu pendapat, dan bahkan “menghambat”). Memperhatikan taksonomi tadi maka dosen yang terlibat di dalam proses pembelajaran yang berorientasi SCL perlu memiliki kearifan yang sesuai dengan proses yang sedang berjalan. Di lain pihak, penanggung jawab institusi terdepan perlu memperhatikan seluruh aspek yang terkait dan terlibat dalam proses pembelajaran agar seluruh kebijakan (policy) didasarkan atas kearifan yang menjamin terselenggaranya proses pembelajaran secara kondusif, efisien, dan efektif. (Harsono: 2004).
Dalam hal ini hubungan guru dengan siswa dalam Intelligent tutoring systems adalah sebagai penasihat, kritik dan memberi bantuan, konsultan. Dalam sistem ini, ketika siswa kesulitan mengerjakan unit soal dalam level tersebut, siswa dapat memilih option Guru yang berfungsi sebagai pemberi bantuan ketika siswa kesulitan. Selain itu guru dapat menjadi umpan balik dari modul evaluator sehingga guru dapat mengetahui kemampuan siswa.